Rabu, September 15, 2010

Lapter Bawean Mangkrak Lagi



Selasa, 14 September 2010
GRESIK - Pembebasan lahan untuk pembangunan lapangan terbang (lapter) Bawean di Desa Tanjungori Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik kembali terkendala harga. Sebanyak 22 pemilik lahan bersikeras meminta harga Rp100 ribu per meter perseginya, sementara pemkab setempat menawar dengan harga Rp60 ribu per meter persegi.

"Harga yang diberikan oleh pemerintah terlalu murah Rp 60 ribu per meter persegi, kami tetap bertahan dengan Rp 100 ribu. Ini harga mati tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Halim Malasi, salah satu pemilik lahan saat menggelar pertemuan dengan sejumlah anggota dewan wakil Bawean di Madrasah Pajinggahan Desa Tanjungori, Senin (13/9) malam.

Menurut dia, harga Rp 100 ribu itu hanya harga tanahnya, tidak termasuk termasuk harga tanaman di dalamnya. “Untuk harga tanamannya, tergantung jenis,” terangnya.

Lebih lanjut Halim berujar, kalau pemerintah keberatan dengan harga Rp100 ribu, bisa diganti dengan cara tukar guling lahan milik pemerintah. “Tetapi dengan catatan, tanah yang diberikan kepada warga letaknya harus strategis, di depan lapangan terbang," tandasnya.

Akhwan, salah satu anggota DPRD Kabupaten Gresik asal Bawean menjelaskan, tahun 2009, anggaran Rp 300 juta untuk pembangunan lapter Bawean tidak terserap karena pemilik lahan menolak harga tanah yang ditetapkan pemerintah. Akibatnya, pada APBD tahun 2010, pemkab tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk lapter Bawean. "Namun, sebentar lagi kita akan membahas RAPBD PAK. Bila ada kesepakatan harga antara pemerintah dengan warga, nanti bisa kita diusulkan bersama-sama," jelasnya.

Anggota DPRD Gresik asal Bawean lainnya, Muhajir menilai berlarut-larutnya masalah pembebasan lahan ini dikarenakan muncul banyak versi atau opini yang berkembang di masyarakat terkait kesepakatan sehingga pemilik lahan merasa bingung. Dia berharap permasalahan ini bisa cepat diselesaikan sebab lapter sangat dibutuhkan oleh warga Bawean untuk peningkatan taraf perekonomian masyarakat setempat.

Proyek lapter Bawean berkali-kali tersendat. Selain terganjal pembebasan lahan, proyek yang dimulai tahun 2006 lalu itu juga mangkrak karena kasus korupsi yang melibatkan sejumlah oknum dari pemerintah kabupaten, dan saat ini kasusnya tengah disidangkan di Pengadilan Negeri setempat.

Kendala pembebasan lahan muncul lantaran belum ada kesepakatan harga antara Pemkab Gresik dengan warga pemilik lahan. Rencananya lahan seluas 4 hektare yang belum bisa dibebaskan tersebut bakal dibangun runway pesawat.

Sebelumnya sempat menjadi pertimbangan pemerintah, apabila tidak tercapai kesepakatan, maka runway pesawat bakal digeser dengan mereklamasi laut. Dengan begitu runway yang dibangun nantinya bakal menjorok ke laut, mirip dengan runway Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.

Pembangunan lapter itu menggunakan dana patungan, Pemerintah Pusat, Provinsi Jatim, dan Pemkab Gresik. Pemkab Gresik harus menyediakan lahan sekitar 60 hektare, sementara Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim membangun fasilitas pendukungnya.

Pemkab Gresik sendiri pernah mentargetkan lapter Bawean harus rampung tahun 2007. Namun, tidak terwujud. Kemudian ditargetkan tuntas 2009, namun lagi-lagi gagal hingga tahun 2010 ini. sep (SURABAYAPOST ONLINE)

0 ulasan:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP